Selamat Datang

Selamat Datang dan Terima kasih Telah Berkunjung Ke Golden Cellular Kepahiang

Kamis, 06 Januari 2011

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT PULAU ENGGANO SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

OLEH PARPEN SIREGAR *)

*) Progam Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu


I. Pendahuluan
Pulau Enggano merupakan suatu kawasan pulau-pulau kecil yang secara geografis terletak di perairan Samudera Hindia dan secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 Pulau Enggano termasuk salah satu dari 92 pulau terluar dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu Pulau Enggano memiliki posisi yang strategis dalam bidang sosial, ekonomis, pertahanan dan keamanan. Pemerintah Propinsi Bengkulu juga mulai memperhatikan pengembangan Pulau Enggano melalui Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor 408 Tahun 2003 tanggal 23 April 2003 tentang Program Pengembangan Pulau Enggano Secara Terpadu dan Berkelanjutan (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006).
Hasil kajian studi daya dukung lingkungan, pemanfaatan dan pengembangan Pulau Enggano hendaknya berupa pembangunan yang berwawasan lingkungan, mengingat pulau ini merupakan ekosistem yang unik dan rentan terhadap gangguan. Kegiatan yang memungkinkan dilakukan dalam pengembangan Pulau Enggano adalah kegiatan pariwisata, perikanan, pertanian dan perkebunan, dan kegiatan industri lainnya. Dalam rangka pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano, maka arahan kegiatan pariwisata meliputi pariwisata pantai dan pariwisata bahari, sedangkan arahan kegiatan perikanan tangkap (Bapedalda Propinsi Bengkulu dan P2L UNIB, 2005).
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Unsur utama IZCM adalah integrasi (intergration) dan koordinasi. Pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir yang dilakukan secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et al., 1996). Selain itu pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut seharusnya dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan) yang mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa, menyusun strategi, dan membantu memberikan solusi dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut Pulau Enggano secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano.

II. Potensi Pengembangan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Secara geografis Pulau Enggano berada di wilayah perairan Samudera Hindia dan terletak pada posisi 102,050 hingga 102,250 BT dan 5,170 sampai 5,310 LS dengan luas daratan ± 40.060 hektar. Secara administratif Pulau Enggano adalah sebuah kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Sebagai sebuah kecamatan, Pulau Enggano terdiri dari 6 (enam) desa yaitu Desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana, dan Kahyapu. Sebagai suatu kepulauan, Pulau Enggano memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya yaitu Pulau Dua, Pulau Satu, Pulau Merbau, dan Pulau Bangkai. Berikut ini adalah beberapa potensi Pulau Enggano dalam bidang pesisr dan laut.
1. Perikanan Laut. Perikanan laut merupakan salah satu sub sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Potensi perikanan laut sangat tinggi karena kelimpahan stok ikan. Stok Sumberdaya Ikan (SDI) di Pantai Barat Sumatera kaya akan ikan pelagis, khususnya ikan tuna (Hartono, 2009). Potensi sumberdaya ikan wilayah perairan laut Pulau Enggano sebesar 16.035,2 ton (sekitar 35% dari potensi ikan laut di Propinsi Bengkulu). Sementara itu produksi perikanan tangkap di Pulau Enggano sekitar 765,8 ton tahun-1 atau 2,5% dari produksi perikanan tangkap propinsi Bengkulu atau 4,78% dari potensi yang ada (Bappeda Propinsi Bengkulu, 2004). Hal ini disebabkan rendahnya produktivitas penangkapan ikan nelayan karena jumlah armada penangkapan yang masih terbatas dan jenis armada penangkapan berupa perahu tanpa motor (sampan) (31,4%) dan motor tempel (68.65%).

2. Terumbu Karang (Coral Reefs). Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang produktif, memiliki keanekaragaman biota yang tinggi, dan ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Bapedalda Propinsi Bengkulu (2006) melaporkan pada kedalama 5 m terumbu karang didominasi oleh DCA (40,00%), Abiotik (37,33%), Karang Non Acropora (8,33%), dan Fauna (2,00%) dengan persentase penutupan karang hidup 20,67%. Sedangkan pada kedalaman 10 m didominasi oleh DCA (51,12%), Abiotik (27,52%), Karang Non Acropora (5,22%), Acropora (11,78%), dan Fauna (4,36%) dengan persentase penutupan karang hidup 17,00%.
3. Padang Lamun (Seagrass). Ekosistem padang lamun memiliki kemampuan menyuplai nutrien dan oksigen yang tinggi, sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. Jenis lamun yang ditemukan adalah species Cymodocea sp. dengan kerapatan keseluruhan 362 m2. Kualitas air padang lamun adalah sebagai berikut pH 6,9, suhu 30 0C, salinitas 37 ppm, kecerahan 100%, DHL 49,900 μ dan TDS 25000 μ (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006).
4. Hutan Mangrove. Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari angin, gelombang, dan badai. Hutan mangrove yang di Pulau Enggano merupaka yang terluas di Propinsi Bengkulu yang mencapai 2.500 hektar. Hutan ini tersebar di bagian pantai sebelah timur Pulau Enggano seperti di Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam Sungai Bahewo, dan Taman Buru Gunung Nanua. Sebagian lagi di sebelah barat Pulau Enggano yaitu di Cagar Alam Tanjung Laksaha dan secara spot-spot di Kawasan Cagar Alam Kiyoyo. Potensi hutan mangrove sekitar 320 m2 per hektar dengan jumlah pohon 350 batang per hektar. Ekosistem mangrove di Pulau Enggano relatif masih utuh. Secara umum pola zonasi hutan mangrove di Pulau Enggano terdiri atas 4 zonasi (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006) sebagai berikut.
a. Zona A (Depan), merupakan zona yang letaknya ke arah pantai. Pada zona ini didominasi oleh Rhizophora mucronata, tapi juga ditemukan Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza satu-satu. Substrat berlumpur dalam sampai sedang (10-30 cm). Kondisi habitat dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut. Panjang zona ini 100-200 m.
b. Zona B, pada zona ini didominasi oleh Bruguiera gymnorrhiza tapi juga ditemukan Rhizophora mucronata, Ceriops tagal, Lumnitzera litorea. Kondisi substrat berlumpur kedalaman 10-45 cm. Substrat dipengaruhi oleh pasang (tergenang). Tinggi tegakan pohon 30-40 m. Panjang zona ini 100-200 m setelah zona A.
c. Zona C, merupakan zona campuran dimana disusun oleh Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, dan Lumnitzera littorea.
d. Zona D, merupakan zona yang letaknya di darat yang disusun oleh jenis Carbera manghas, Baringtonia asiatica, Ficus sp., Pongamia pinnata. Panjang zona ini berkisar 5-15 km. Kondisi tanah kering dan substrat tidak dipengaruhi oleh pasang kecuali pasang tinggi saat bulan purnama.

5. Pariwisata Pantai dan Bahari. Berdasarkan laporan Bapedalda Propinsi Bengkulu (2006) pengembangan pariwisata di Pulau Enggano terdiri atas pariwisata pantai dan pariwisata bahari. Kawasan yang sangat sesuai dikembangkan untuk pariwisata pantai adalah Pantai Sebelah Utara Pulau Enggano (mulai dari pantai di Desa Kaana sampai pantai di Desa Banjarsari). Penilaian tersebut berdasarkan perhitungan dari indikator kedalaman dasar perairan, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan, tipe pantai, penutupan lahan pantai, dan jarak ketersediaan air tawar. Aktivitas pariwisata pantai yang dapat dilakukan antara lain berjemur, bermain pasir, olahraga pantai, bermain air, berenang maupun berperahu di sekitar pantai. Sementara itu lokasi pariwisata bahari terdapat di kawasan Kahyapu, yang meliputi gugusan tiga pulau kecil yaitu Pulau Dua, Pulau Satu, dan Pulau Merbau. Perhitungan kesesuaian pariwisata bahari berdasarkan indikator kecerahan pantai, tutupan karang hidup, jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman dasar perairan. Aktivitas pariwisata bahari meliputi aktivitas berenang, menyelam, memancing, diving, dan snorkling (Senoaji, 2009).

III. Permasalahan Pengembangan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Pengembangan pesisir dan laut Pulau Enggano dihadapkan pada berbagai isu dan permasalahan. Beberapa isu dan permasalahan tersebut adalah :
1. Belum optimalnya pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini diindikasikan dengan adanya kegiatan illegal fishing oleh nelayan luar (baik luar Propinsi Bengkulu maupun nelayan asin) di perairan Pulau Enggano, tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap yang belum optimal karena terbatasnya armada penangkapan, pemanfaatan potensi budidaya perikanan juga masih rendah, dan belum danya investasi baik PMA maupun PMDN yang masuk dalam bidang kelautan dan perikanan.
2. Potensi obyek pariwisata pantai dan pariwisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya infrastrur dasar yang memadai dan sarana prasarana pariwisata lainnya. Selian itu juga belum dilakukan prmosi terhadap potensi pariwisata di Pulau Enggano.
3. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik masyarakat maupun sumberdaya pada instansi pemerintah daerah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia erat kaitannya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat baik pendidikan formal maupun non-formal. Meskipun sarana prasarana pendidikan sudah cukup memadai, namun kurangnya tenaga pengajar menyebabkan tidak optimalnya proses belajar mengajar di sekolah.
4. Minimnya sarana dan prasarana transportasi, pendidikan, kesehatan, dan penerangan (listrik). Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan antar wilayah dalam Pulau Enggano maupun antara Pulau Enggano dengan wilayah luar mengakibatkan. Jalan dalam wilayah Pulau Enggano hanya sepanjang 5 km yang telah diaspal, sedangkan selebihnya kondisinya cukup memprihatinkan. Sedangkan transportasi ke luar Pulau Enggano menggunakan transportasi laut (KMP. Raja Enggano atau Perintis) dua kali dalam seminggu dengan waktu tempuh 12-14 jam dan sangat tergantung kondisi alam. Meskipun keterdsediaan sarana pendidikan dan kesehatan cukupmemadai, namun permasalahannya pada tenaga pendidik dan tenaga medis yang bertugas. Sedangkan untuk sarana penerangan (listrik) belum terdapat di Pulau Enggano. Listrik terbatas pada kepemilikan genset secara pribadi dan fasilitasi pemerintah berupa listrik tenaga surya.
5. Permasalahan kependudukan berupa rendahnya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar. Mata pencaharian penduduk didominasi oleh nelayan (49,7%) dan petani (47,2%). Tingkat pengangguran 23,9% dari angkatan kerja. Tingkat kesejahteraan masyarakat Pulau Enggano dapat dikategorikan rendah, hal ini terbukti bahwa 44,5-58,5% dari jumlah penduduk dikategorikan rawan sosial. Tingkat kepadatan penduduk Pulau Enggano hanya 21,15 jiwa km-1 dengan penyebaran yang tidak merata (Bapedalda Propinsi Bengkulu, 2006).
6. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung. Dengan demikian dukungan antar sektor terkait untuk pengembangan Pulau Enggano belum optimal.
7. Belum berkembangnya sistem informasi yang dapat memberikan akses pada informasi produk unggulan, pasar, dan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi lingkungan. Salah satu contohnya adalah destructive fishing seperti trawl, penggunaan bom ikan, dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi (seperti ikan kerapu) di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah.
8. Belum tertatanya sistem kelembagaan dan manajemen yang belum terkelola baik untuk pengelolaan pengembangan kawasan yang terpadu, dan berkelanjutan, dalam memberikan dukungan kepada peningkatan daya saing produk dan kawasan yang dikembangkannya.
9. Belum adanya penataan ruang wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan perairan sekitarnya. Saat ini Pulau Enggano Pulau Enggano menjadi salah satu fokus perhatian dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam rangka percepatan pembangunan pulau kecil dan pusat pertumbuhan ekonomi di koridor barat Sumatera yang ditetapkan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kementrian Pekerjaan Umum). Selain Pulau Nasi di Kabupaten Aceh Besar, Pulau Tanahmasa/Tanahbela di Kabupaten Nias Selatan, dan Pulau Natuna di Kabupaten Kepulauan Natuna. Dengan adanya RDTR, maka pemanfaatan wilayah pesisir akan semakin optimal karena tidak terjadi konflik kepentingan pemanfaatan wilayah pesisir.
10. Terjadinya kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai akibat fenomena pemanasan global (global warming) memberikan dampak yang serius terhadap wilayah pesisir yang perlu diantisipasi penanganannya. Secara umum kenaikan muka air laut akan dapat mengakibatkan perubahan arus laut dan berpotensi meluasnya kerusakan mangrove, meluasnya interusi air laut, ancaman terhadap sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan berkuarangnya luas daratan dan hilangnya pulau-pulau kecil.
11. Pulau Enggano merupakan daerah yang rawan bencana alam terutama gempa bumi karena terletak di daerah patahan bumi.

IV. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pesisir dan Laut Pulau Enggano
Besarnya potensi sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Enggano sudah sepatutnya dijadikan pertimbangan utama dalam pengelolaan Pulau Enggano. Oleh karena itu pembangunan Pulau Enggano harus mengedepankan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sebagai penghidupan yang lestari. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya untuk mendorong pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dan ruang, dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi.
Kebijakan pengelolaan dan pembangunan Pulau Enggano harus dilakukan dengan Co-Management melibatkan unsur-unsur pemerintah (goverment based management) baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang bekerja sama dengan masyarakat lokal (community based management) dan investor (private sector) yang berwawasan lingkungan (Rudyanto, 2004). Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut harus dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capasity) wilayah tersebut. Konsep pengelolaan kawasan pesisir dan laut disajikan pada Gambar 4.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka beberapa kebijakan dan strategi harus berdasarkan kepada : (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola, (2) kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat, dan (3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir (Rahmawaty, 2004). Berikut ini diuraikan upaya pengelolaan pesisir dan laut Pulau Enggano secara terpadu dan berkelanjutan.




1. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Masyarakat Pesisir.
Pendekatan pengelolaan Co-Management, masyarakat memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. Oleh karena itu masayarakat merupakan basis (community based management) dari kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano. Dengan demikian diperlukan kualitas sumberdaya manusia masyarakat yang baik. Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maka strategi yang dilakukan adalah (1) peningkatan taraf pendidikan formal dan non-formal masyarakat, (2) peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat, dan (3) peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat (capasity building). Capasity building masyarakat dapat dilakukan dengan fasilitasi pemerintah, Perguruan Tinggi, penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat untuk meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir.
2. Pengembangan Pariwisata Pantai dan Bahari.
Pariwisata pantai dan bahari merupakan salah satu potensi unggulan Pulau Enggano yang sampai saat ini belum dimanfaatkan. Dalam rangka pengembangan pariwisata pantai dan bahari, maka upaya yang dilakukan adalah (1) peningkatan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan, (2) penyediaan sistem informasi terpadu tentang kepariwisataan, (3) pengembangan obyek wisata pantai dan bahari yang berwawasan lingkungan dan berciri lokal, dan (4) peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan obyek wisata pantai dan bahari. Industri pariwisata terlihat dari jumlah wisatawan yang mengunjungi suatu obyek wisata. Jumlah wisatawan akan dipengaruhi oleh pertumbuhan wisatawan dan daya tarik suatu obyek wisata. Daya tarik wisata akan ditentukan oleh keindahan alam obyek wisata, kondisi akomodasi, dan transportasi. Kegiatan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana dasar kepariwisataan baik akomodasi (penginapan, rumah makan, hiburan, dll) dan transportasi mutlak diperlukan agar industri pariwisata dapat berkembang. Kegiatan penyediaan sistem informasi terpadu tentang kepariwisataan dilakukan dengan menyusun dan mengembangkan basis data dan jaringan informasi kepariwisataan dan mengembangkan pusat-pusat informasi, promosi, dan pemasaran pariwisata. Kegiatan pengembangan obyek wisata pantai dan bahari yang berwawasan lingkungan dan berciri lokal dilakukan dengan mengembangkan ciri lokal Pulau Enggano sebagai daya tarik kunjungan wisata pantai dan bahari dengan mengembangka jenis usaha-usaha ekonomi produktif dalam bidang ekowisata bahari (seperti pembuatan kerajinan tangan khas Pulau Enggano yang mencerminkan kebaharian dan keindahan Pulau Enggano yang spesifik). Kegiatan peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan obyek wisata pantai dan bahari dilakukan dengan meningkatkan kualitas penyuluhan dan pelatihan pariwisata bahari bagi masyarakat. Kemajuan industri pariwisata akan mempengaruhi PDRB dan penyerapan tenaga kerja.
3. Optimalisasi Pemanfaatan Perikanan Tangkap.
Optimalisasi pemanfaatan perikanan tangkap dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap. Upaya ini dilakukan dengan (1) penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan budidaya, (2) peningkatan pendapatan hasil usaha perikanan, dan (3) koordinasi antar instansi dalam pengelolaan usaha perikanan. Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana perikanan dilakukan dengan pengadaan sarana dan prasarana perikanan berupa perbaikan atau peningkatan kualitas alat tangkap untuk meningkatkan produktivitas nelayan. Dengan tingginya produksi perikanan harus diiringi dengan pembangunan industri perikanan sehingga akan memberikan nilai tambah yang tinggi. Pembangunan indstri perikanan dilakukan oleh investor swasta dengan suplai ikan dari nelayan Enggano. Simulasi penelitian Hartono (2009) mengemukakan pembangunan industri perikanan di Pulau Enggano akan mengalami kemajuan yang sangat baik dan ditandai dengan jumlah unit kapal motor yang meningkat. Selain itu peningkatan sarana dan prasarana perikanan juga dapat dilakukan dengan mengembangkan skim-skim perkreditan usaha perikanan yang mudah diakses nelayan. Kegiatan peningkatan pendapatan hasil usaha perikanan membina usaha produksi perikana yang berorientasi pasar, membina manajemen usaha perikanan skala rumah tangga, dan mengembangkan sistem pengolahan hasil perikanan yang hiegienis untuk meningkatkan nilai tambah. Sementara itu kegiatan koordinasi antar instansi dalam pengelolaan usaha perikanan dilakukan dengan mengembangkan sistem informasi pasar dan mengembangkan wadah komunikasi antar stake holder dalam pengelolaan perikanan.
4. Konservasi Ekosistem Pesisir dan Laut.
Kelestarian ekosistem pesisir dan laut sangat penting demi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya. Meskipun secara umum ekosistem mangrove dan padang lamun di Pulau Enggano masih cukup baik, namun tetap diperlukan upaya-upaya pengembangan program konservasi bagi ekosistem tersebut dengan melakukan sosialisasi dan edukasi akan pentingnya ekosistem tersebut. Sementara itu untuk ekosistem terumbu karang harus dilakukan pengelolaan yang lebih baik, karena keadaan ekosistem tutupan terumbu karang saat ini dikategorikan jelek/buruk. Meskipun belum diketahui penyebab buruknya terumbu karang di Pulau Enggano apakah karena alam atau perbuatan manusia. Namun tindakan nyata yang dapat dilakunya misalnya dengan pengendalian pemanfaatan terumbu karang sebagai bahan bangunan baik untuk perumahan, jalan, dan keperuan lainnya. Selain itu juga dilakukan dengan peningkatan partisipasi stake holder dalam program konservasi untuk menjaga kelestarian ekosistem, penataan dan penegakan hukum (law enforcement).
5. Peningkatan Sarana Prasarana Transportasi, Pendidikan, Kesehatan, dan Penerangan.

Ketersediaan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kelancaran pelaksanaan suatu kegiatan. Upaya yang dilakukan adalah penyediaan tersedia sarana transportasi antar desa yang memadai dengan peningkatan kualitas jalan menjadi jalan aspal, sedangkan transportasi ke luar pulau selain menggunakan transportasi laut juga diharapkan dapat menggunakan transportasi udara. Selain itu juga dilakukan peningkatan kelengkapan sarana pendidikan dan kesehatan, serta penerangan (listrik). Untuk sektor pendidikan dan kesehatan hendaknya penempatan tenaga guru dan tenaga medis disesuaikan dengan rasio guru-siswa dan rasio tenaga medis-jumlah penduduk.

V. Penutup
Pengelolaan pesisir dan laut Pulau Enggano harus dilakukan dengan dimensi keterpaduan ekologis, sektoral, displin ilmu, serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi. Kegiatan yang potensial dilakukan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Pulau Enggano adalah kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata pantai dan bahari. Kolaborasi antara seluruh stake holder (pemerintah, masyarakat, dan swasta) mamegang peranan penting dalam percepatan pembangunan Pulau Enggano.

Referensi

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Bengkulu dan Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu. 2005. Studi Daya Dukung Lingkungan Pulau Enggano. Bengkulu.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Bengkulu. 2006. Laporan Kegiatan Studi Daya Dukung Pemanfaatan dan Pengembangan Kepulauan Enggano. Bengkulu.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Propinsi Bengkulu. 2004. Pengembangan Pulau Enggano sebagai Pusat Industri Berbasis Maritim dan Pariwisata di Propinsi Bengkulu. Bengkulu.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Hartono, D. 2009. Model Pembangunan Pulau Enggano dengan Pendekatan System Dinamics. Jurnal Mitra Bahari 3(2) : 51-68.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.
Rahmawaty. 2004. Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Kelautan secara Terpadu dan Berkelanjutan. e-USU Repisotory Universitas Sumatera Utara.
Rudyanto, A. 2004. Kerangka Kerjasama dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Makalah disampaikan pada Sosialisasi Nasional Program MFCDP 22 September 2004.
Senoaji, G. 2009. Daya Dukung Lingkungan dan Kesesuaian Lahan dalam Pengembangan Pulau Enggano Bengkulu. Jurnal. Bumi Lestari 9(2) : 159-166.